Cerita Pengalaman Liburan ke Toraja

2 min read

Cerita Pengalaman Liburan ke Toraja

Berikut ini cerita pengalaman liburan ke Toraja dan Cara Merencanakan Liburan Sempurna. Liburan kali ini saya dan keluarga memutuskan untuk menjelajahi salah satu destinasi budaya paling eksotis di Indonesia yaitu Tanah Toraja, Sulawesi Selatan. Sudah lama saya penasaran dengan keunikan tradisi masyarakat Toraja, terutama tentang rumah adat tongkonan, pemakaman batu, dan upacara Rambu Solo.

Susu Kambing Etawa Bubuk

Kami tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, dan langsung melanjutkan perjalanan darat menuju Toraja selama kurang lebih 8-9 jam. Meski perjalanan cukup panjang, pemandangan sepanjang jalan membuat rasa lelah terobati. Hamparan sawah, perbukitan hijau, dan udara sejuk benar-benar menyegarkan mata dan pikiran.

Sesampainya di Rantepao, pusat kota Toraja Utara, kami langsung disambut suasana yang tenang dan sejuk. Penduduk lokal sangat ramah dan banyak yang masih mengenakan pakaian adat, terutama saat ada acara adat. Kami menginap di sebuah guest house bergaya rumah tongkonan yang dikelilingi sawah dan gunung. Suasananya damai, cocok untuk melepas penat.

Hari Pertama: Tongkonan dan Londa

Hari pertama kami habiskan dengan mengunjungi Kete Kesu, sebuah desa wisata yang terkenal dengan rumah-rumah adat tongkonan. Rumah-rumah kayu beratap lengkung ini berjejer rapi, dihiasi ukiran warna-warni yang mencerminkan status sosial dan sejarah keluarga. Di belakang deretan rumah, terdapat lumbung padi dan kuburan batu tua yang dipahat di tebing. Pemandu lokal menjelaskan bahwa tongkonan tidak hanya tempat tinggal, tetapi juga simbol hubungan keluarga dan leluhur.

Siangnya, kami mengunjungi Londa, situs pemakaman batu yang sangat unik. Di sana, kami masuk ke dalam gua tempat jenazah disemayamkan dalam peti, lengkap dengan tau-tau, yaitu patung kayu yang menyerupai orang yang telah meninggal. Meski suasananya mistis, pengalaman ini sangat menggugah. Saya merasa takjub dengan cara masyarakat Toraja menghormati arwah leluhur.

Hari Kedua: Rambu Solo’ dan Lokomata

Kebetulan saat kami berkunjung, sedang berlangsung upacara Rambu Solo’, yaitu upacara kematian yang sakral dan meriah. Kami diundang untuk menyaksikan upacara tersebut di sebuah kampung bernama Sanggalangi. Meskipun upacara ini untuk melepas orang yang telah wafat, suasananya justru seperti pesta besar. Ada babi dan kerbau yang dikurbankan sebagai bentuk penghormatan terakhir. Kami juga sempat menyicipi makanan khas yang disajikan seperti pa’piong (daging yang dimasak dalam bambu) dan deppa tori’ (kue beras ketan manis).

Meski awalnya saya merasa sedikit tidak nyaman karena suasana yang asing, lama-lama saya bisa memahami betapa pentingnya momen ini bagi masyarakat Toraja. Mereka percaya bahwa kematian adalah awal dari perjalanan ke alam roh, dan setiap keluarga harus memberikan yang terbaik bagi anggota keluarganya yang meninggal.

Setelah itu, kami menuju Lokomata, salah satu tempat pemakaman batu paling terkenal di Toraja. Di sini, makam-makam dipahat langsung ke batu besar di sisi tebing, dengan barisan peti dan tau-tau yang berjajar rapi. Pemandangannya sangat ikonik, dan saya tidak henti-hentinya mengagumi teknik dan nilai budaya yang tersimpan di dalamnya.

Hari Ketiga: Batutumonga dan Pasar Kerbau

Hari terakhir kami habiskan di kawasan Batutumonga, dataran tinggi yang menawarkan pemandangan luar biasa indah. Dari sini, kami bisa melihat Rantepao dari ketinggian, dengan kabut tipis dan deretan sawah bertingkat seperti lukisan. Di sepanjang jalan, kami bertemu anak-anak yang menyapa hangat dan beberapa warga yang sedang memanen kopi Toraja.

Kami juga menyempatkan diri mampir ke Pasar Bolu, tempat diadakannya jual beli kerbau dan babi yang digunakan untuk upacara adat. Kerbau di sini bisa dihargai hingga ratusan juta rupiah, terutama jenis kerbau belang yang sangat langka. Suasana pasar cukup ramai dan penuh dengan interaksi khas pedesaan yang hidup.

Kenangan yang Membekas

Selama tiga hari di Toraja, saya belajar banyak tentang makna kehidupan, kematian, dan kekayaan budaya yang luar biasa. Masyarakat Toraja begitu menjaga warisan leluhur mereka, bahkan di era modern ini. Budaya yang mereka miliki bukan hanya untuk dipamerkan ke turis, tetapi sungguh dijalankan dan dihormati dari hati.

Itulah cerita pengalaman liburan ke Toraja. Liburan ke Toraja bukan sekadar wisata biasa, tetapi juga perjalanan spiritual dan edukatif. Saya pulang dengan rasa kagum, rasa syukur, dan cerita yang akan terus saya kenang. Jika Anda mencari destinasi liburan yang menawarkan keindahan alam, budaya, dan kedalaman filosofi hidup, maka Toraja adalah tempat yang tidak boleh dilewatkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *